“Nisyaaa… “ suara kakaku yang menggelegar di penjuru
rumah ini tetap tak mengusikku yang tengah asyik tidur di kamar. Dan pastinya
ini membuatnya marah serta geram terhadapku. Huuhh, biarlah sekali – kali
mengerjai kakak perempuanku yang galakknya minta ampuun. Oh ya, perkenalkan,
aku Listy Salsabila Nisya, biasa di panggil Nisya aja. dan seperti biasa, aku selalu di bangunkan pagi – pagi oleh
kakak perempuanku yang bawel. Suruh cepetan inilah, itulah, blaa..blaa, dan
banyak banget yang aku nggak ngerti. Padahal perbedaan usia kita hanya beberapa
bulan aja, entah kita itu anak kembar atau bukan, aku nggak tahu, tapi yang
jelas wajah kami sangat jelas- jelas berbeda.
Kakakku Naila Zulfia dan aku terbiasa memanggilnya
Nene. Entah darimana, yang jelas dia nggak pernah keberatan dengan panggilan
itu dariku. Dan sekali lagi Nene memanggilku dengan kencang dari luar.
“Nisyaa... bangun!!!“
Huuhh, aku tambah meringkuk di dalam selimut tebalku
dan lagi – lagi tak menghiraukan panggilan Nene. Setelah teriakan ke dua kali
dari Nene, sudah tak ada lagi teriakan berikutnya, biasanya Nene akan berteriak hingga puluhan kali, tapi
kenapa pagi ini hanya 2 kali?? Aneh, pikirku.
“Ahh.. aman..“ Seruku lirih seraya membuka selimut.
“Apanya yang aman Nisya sayang?“, sontak aku terperanjat
mendengar kalimat itu. Ternyata Nene sudah ada di kamarku, lengkap dengan
peralatan mandi punyaku.
“Ehh. Oh. Eh, Nene, kapan masuk? Kok nggak kentuk
pintu dulu ?“ jawabku asal.
“Hehehe, iya juga” cengirku.
“Udah sana buruan mandi. 15 menit lagi kita
berangkat!” perintah Nene terhadapku yang masih mengantuk.
“Berangkaat? Kemana Ne? kok buru – buru? Sarapan aja
belum aa..?“
“Udah, kagak ada sarap – sarapan! Buruan mandi, atau
kamu, Nene tinggal di rumah sendirian tanpa uang saku !” Wah, Nene mulai deh ngancem lagi. Duuh, mana
lagi kagak punya duit lagi kalo kagak ikut Nene. Duuh…mapus.
“Hmmm..iyaah deh. Tapi tunggu bentar ya..”
“Ingat! Cuma 15 menit. Nanti keburu telat kita.”
“Baweel!!”
Tanpa memperdulikan Nene lagi, segera ku sambar handuk
dan peralatan mandiku yang tadi di bawa Nene dan segera masuk ke kamar mandi.
15 menit kemudian….
“Ne, ayo berangkat.” Ujarku pada Nene yang tengah
membaca di ruang tengah.
“Yaa ampuun..Nisya! ngapain kamu pake baju kayak
begituan?” aku melihat diriku, nggak ada yang salah dengan apa yang aku pakai
hari ini. Hmm, memang sichh, agak – agak horror, tapi menurutku pantaslah.
“Pake bajulah. Emangnya pake karung.” Ujarku mulai
ngaco.
“Tapi, jangan kayak gitu juga Ni’. Nggak malu apa pake
baju kurang bahan gitu.” Celetuk Nene.
“Kurang bahan gimana? Orang modelnya gini kok. Lagi
pula aku nggak malu pake pakaian kayak gini.
Aku bangga kok. Jadi kelihatan tambah cantik, kata Pras.” Ups, keceplosan.
“Pras lagi!! Jadi kamu masih berhubungan sama dia?
Kamu nggak dengerin aku ya !!” bentak Nene.
“Nene nggak berhak ngelarang aku berhubungan dengan
siapapun. Ini duniaku, Ne. Ini hidupku!“ bentakku tak mau kalah.
“Iya Nisya. Nene emang nggak punya hak nglarang kamu,
tapi ini semua demi kebaikan kamu.” Suara Nene mulai melemah. Huuh, aku benci
seperti ini. Melankolis banget. Dan aku nggak suka.
“Kebaikan yang gimana lagi, Ne? toh, Pras itu oranya
baik, perhatian, sayang sama aku daan dia juga serius denganku Ne.”
“Tapi dia nggak baik buat kamu Nisya.”
“Nggak baik gimana lagi? Pras itu setia padaku, Ne.
Dia benar – benar ingin denganku selamanya. Makanya aku ingin memberikan
semuanya untuk Pras. Titik!“
“Nisya, dia itu…”
“Cukup, Ne!!” potongku cepat. Aku muak dengan nasehat
Nene. Semua cowok yang berhubungan dengaku, pasti Nene
menentangnya dan memintaku putus dengan cowok – cowokku karena menurut Nene,
mereka nggak baik buatku dan nggak akan
pernah membuatku bahagia. Tapi, Nene
salah. Buktinya Si Ririn yanng berhubungan dengan salah satu temannya Pras, si
Egi aja selalu di bikin seneng sama si Egi, sampe – sampe aku ngiri.
“Aku nggak mau dengar nasehat Nene lagi!! Aku muak!“
sergahku cepat, dan segera berlari meninggalkan Nene.
“Nisyaa.. dengerin Nene dulu.!!”
BRRRUUUAAAAAAKKKKK
Aku lagi – lagi
membanting pintu kamar dan tak memperdulikan Nene. Aku memasukkan beberapa
pakainku ke dalam tas ransel yang biasaku gunakan untuk kuliah. Secepat kilat.
Dan segera berlari turun.
“Mau kemana
Nisya..?” tanya Nene yang melihatku segera pergi.
“Bukan urusanmu!”
ujarku kasar. Semoga saja tak menyakiti perasaannya. Tapi aku muak dengan semua
aturannya.
“tapi Nisya….?”
“Aku pergi.. dan
jangan cari lagi!!” segera aku berlari ke depan dan menyetop taxi yang ada, dan
secepatnya pergi.
Di dalam taxi, aku
melamunkan ucapan Nene dan ucapan Pras kemarin.huuhh..
“Mau kemana, mbak?”
ucapan pak sopir itu mengejutkanku.
“Ehh.. ke apatemen
cempaka aja Pak.” Ujarku mengingat nama apartemen milik Ririn.
Dan selama
perjalanan aku hanya mampu terdiam.
Sesaat setelah
kepergian Nisya, Naila mulai resah. Ia takut Nisya nekat dan tak lagi pulang.
Di hubunginya nomor Nisya, tapi tetap nggak aktif hingga akhirnya ia keluar dan
mencoba mencari Nisya. Dan Nisya sendiri yang masih di dalam taxi mulai
keroncongan, karena pagi ini ia tak sempat sarapan. Duuh..laperr, batin Nisya.
“Mbak, sudah
sampai.”
“Oh, iya pak.
Tunggu sebentar ya, aku telpon temanku dulu, ada apa nggak orangnya.” Nisya
mencoba menghubungi Ririn agak ia bisa minta tolong di bayari taxi, soalnya dia
emang nggak bawa uang sepeser pun.
Dan nada sambung
pun terdengar cukup lama, hingga..
Klik.
“Iya Ni’, gimana?”
suara di ujung ponsel sana.
“Rin, gue ada di depan apartemen Lo, Lo turun ya,
sekalian tolong bawa duit ya, buat bayar taxi, hehehee, gua nggak bawa duit.”
Pinta Nisya.
“Oh, iya, bentar..5
menit lagi ya gue turun.”
“Oke, thanks ya
Rin.”
Klik. Telpon di putus,
dan setelah 5 menit itu, turunlah Ririn dengan seorang cowok. Wuiih, cakep juga
tu cowok, batin Nisya.
Ririn pun menemui
Nisya dan segera mengajaknya masuk, tentunya setelah membayar ongkos taxi. Di
depan pintu apartemen, Nisya coba memberanikan diri bertanya,
“Rin, tadi tu,
cowok yang bareng sama Lo turun. Siapa? Cakep banget.”
“Oh, itu..temennya
Egi, dia mampir tadi. Kenapa? Lo naksir? “
“Heheheehhee, nggak
kok. Cuma tanya lagi.”
“Dasar Lo. Dah
makan belom?”
“Belom lah..
makanya gue kesini tu mau minta makan sama Lo.”
“Enak aja, emangnya
gue Mak Lo.”
“Hehehee, nggak
pa-pa lah punya Mak kayak Lo Rin, udah cantik, baik, pinter masak dan …..”
Nisya sengaja menghentikan ucapannya untuk membuat Ririn penasaran.
“Daann.. apa ?”
“Ada deh!”
“Huuh, dasar Lo.
Iya udah ayo turun nyari makan.”
“Nah, emang Lo
kagak masak Rin?”
“Masak air. Mau?”
“Ah, ogah.”
“Makanya kita nyari
makan di luar aja, tadi gue nggak sempet masak. Oya, tumben Lo kesini
sendirian, bawa ransel segala lagi. Mau pindah Lo?”
“Hehehehe, kagak
kok. Gue kabur dari rumah.”
“Nah, kenapa?”
“Sumpek gue
dengerin Nene ngoceh mulu, nggak tega sih sebenenya, tapi bikin bete mulu.”
“Iya udah. Trus, Lo
mau kemana?”
“Numpang di
apartemen Lo.”
“Gilaa Lo. Ntar di
kira Nene, gue lagi yang nyulik Elu.”
“Kagak, tenang
aja.”
“Yakin Lo?”
“Sssstt, diem ah!”
seraya memonyongkan bibirnya ke depan. Sontak saja membuat Ririn tertawa
terbahak – bahak dengan tingkah polah sahabatnya itu.
Mereka menuju salah
satu mini market yang ada di sekitar apartemennya si Ririn, berbelanja sebentar
sebalum akhirnya kembali ke apartemen untuk memasak. Dan Nisya benci menunggu
lama. Maklum, udah kelaperan berat Boo..
@@@@@
“Rin, Lo mau
kemana?” tanya Nisya yang baru keluar dari kamar mandi dan melihat Ririn sedang
berdandan heboh.
“Hmm…”
“Rin, Lo mau
kondangan yah..dandanan Lo kayak gitu?”
“Kagak.”
“Trus?”
“Trus? Nabrak donk
Ni’.” Cengir Ririn.
“Gue serius Rin.”
“Hehehee..”
“Ah, sarap Lo, di
tanya malah cengengesan gitu.”
“Jiaahh, ngambek
nie anak.” Goda Ririn yang membuat Nisya tambah dongkol dan akhirnya memilih
untuk diam. Dan mereka pun terdiam dengan pikiran masing – masing.
“Ni’, gue ntar
pulang telat. Kalo Lo mau makan tinggal masak aja. Kalo mau jalan – jalan, Lo
kunci ya. Nih kunci serep apartemen gue.”
“Nah, kenapa?
Emangnya Lo mau kemana sih Rin? Kenpa kagak ngasih tahu gue gitu.”
“Acara penting sama
Egi.”
“Oh, pantesan Lo
dandan gitu?”
“Hu-um donk.”
“Iya udah, met
berduaan ya Rin.”
“Bye, gue jalan
dulu.”
“Okey.”
Sesaat setelah
Ririn pergi, Nisya bingung mau ngapain lagi. Udah dia asing di sini. Kagak
kenal siapa – siapa. Duh, bikin bete kalo sendirian gini, batin Nisya. “Ah,
mending gue juga jalan sama Pras.” Pikirnya. Segera di raih ponsel yang
semenjak tadi di cuekinnya di sisi tempat tidur.
Agak lama juga
nggak di angkat. “Duh, lagi ngapain sih.” Batin Nisya.
“Hmm, hallo Sayang,
ada apa?” suara agak serak menjawab.
“Say, jalan yuk.”
“Hmm?? Kamu nggak
kuliah?”
“Nggak. Males.”
“Kenapa?”
“Ahh, ntar aku
jelasin. Yang penting kita jalan dulu ya, plis..”
“Iya udah, kamu
dimana?”
“Di apartemennya
Ririn.”
“Oke, tunggu ya.”
“Bye sayang.”
Kliikk.
Nisya segera
berdandan. Karena sebentar lagi ia akan berkencan dengan Pras. Dan tentu saja
ia tak perlu berdandan cukup lama, karena Pras pasti akan tetap mencintainya
dengan dandanannya yang biasa aja. Nggak perlu menorlah.
Tak lama kemudian,
Pras sudah berdiri di depan pintu apartemen Ririn, dan tengah melihat aksi
Nisya berdandan. Kemudian langsung saja Pras masuk dan memeluk Nisya dari
belakang hingga membuat Nisya kaget.
“Astaga… kapan
datang? Kenapa nggak bilang – bilang dulu kalo udah nyampe!”
“Gue keburu kangen”
tanpa ba-bi-bu langsung saja Pras mencium Nisya. Sontak Nisya tak mampu berbuat
apa pun selain menikmati ciuman Pras di pipinya.
“Ayo ah, kita
jalan.”
“Kemana?”
“Pokoknya yang
penting bisa pergi berduaan sama kamu sayang.”
“Oke, ayo cepetan.”
“Bawa motor apa
mobil?”
“Motor.”
“Asyikk..”
Mereka berdua pun
turun dan menuju motor Pras yang di parkir tak jauh dari apartemen. Dan segera
meninggalkan apartemen Ririn. Di tengah perjalanan, tiba – tiba Pras
menghentikan motornya. Dengan bimbang Nisya pun bertanya kenapa, tapi Pras
hanya diam dan tak mengeluarkan jawaban dari mulutnya.
“Pras?” Ulang
Nisya.
“Sayang, turun
dulu.” Pinta Pras tanpa menoleh. Suaranya yang dingin membuat Nisya sedikit
begidik merinding. Tiba – tiba berhenti di tengah jalan dan memintanya turun
dari boncengan motor milik Pras.
@@@@@@@ bersambung @Flow#2
Komentar